Langsung ke konten utama

 

Pemanfaatan Tailing PT Freeport Indonesia

"Proyek Infrastruktur Jalan di Merauke PT Freeport Indonesia"
Sumber gambar: Kanal Youtube PT Freeport Indonesia

Tailing adalah bahan buangan hasil tambang tembaga dan emas pada perusahaan tambang PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Tembagapura Timika Papua. Bahan buangan ini telah menjadi perhatian yang sangat serius baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah dengan terus meningkatnya hasil buangan sisa pengolahan tambang tersebut yang kini menjadi permasalahan pada dampak lingkungan khususnya di kawasan wilayah daerah penambangan kota Timika Papua.

Pertambangan biji tembaga dan emas PT Freeport Indonesia sejak dimulai operasi komersialnya pada tahun 1972 telah membuang tailing sisa pengolahan biji melalui Sungai Ajkwa. Dari awal produksinya yang hanya 16.000 ton biji perhari, telah meningkat secara tajam saat ini menjadi sekitar 223.000 ton perhari dari target 300.000 ton perhari. Pembuangan limbah hasil tambang yang terus meningkat sehingga terjadi pengendapan pada sungai Ajkwa dan dam tailing yang berdampak pada lingkungan.

Menurut Prof Dr Warjono Soemodinoto dari Departemen Tambang ITB ( 2001) mengatakan bahwa ada dua jenis limbah yang dihasilkan PT Freeport Indonesia yakni limbah penambangan dan limbah pengolahan berupa tailing dan limbah – limbah ini dibuang langsung ke sungai Ajkwa. Tailing yang dibuang ini dalam volume yang sangat besar karena dari 100% biji yang diolah hanya menghasilkan 3 – 5 % konsentrat sedangkan 95 – 97 % merupakan tailing. Dari kedua jenis hasil limbah tailing yang dibuang dan mempengaruhi lingkungan adalah limbah tailing yang berasal dari tambang yang dicuci karena mengandung 2% tembaga dan logam berat lainnya seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (pb), Merkuri (Hg), Sianida (Cn) dan lainnya.

PTFI bersama kementerian PUPR bekerja sama dalam pengembangan Tailing menjadi bahan campuran aspal. Pemanfaatan Tailing yang telah diolah bersama pemerintah untuk terus melipatgandakan nilai tambah yang diciptakan bagi kabupaten Mimika dan daerah lainnya di papua melalui berbagai kegiatan.

Proses pengolahan/konsentrat Freeport Indonesia merupakan sebuah proses fisik di mana bijih digerus halus dan mineral yang mengandung tembaga dan emas dipisahkan dari partikel-partikel batuan yang tidak bernilai ekonomi. Oleh karena topografi istimewa tapak, kegiatan seismiknya, dan curah hujan tahun yang melebihi 10 meter di beberapa lokasi, PTFI menggunakan sistem pengelolaan tailing yang terkendali via aliran sungai yang mengangkut tailing ke suatu daerah yang ditetapkan di zona dataran rendah dan pesisiran, yang disebut sebagai Modified Ajkwa Deposition Area (Mod ADA).

Daerah pengendapan ini adalah suatu bagian dari bantaran genangan sungai, dan merupakan sistem yang direkayasa, dikelola untuk pengendapan dan pengendalian tailing. Sistem pengelolaan ini dijalankan di bawah rencana pengelolaan tailing komprehensif Freeport Indonesia, yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia setelah melakukan banyak studi teknis dan suatu proses peninjauan ulang secara tahun-jamak. Sistem ini melibatkan pembangunan struktur penampung lateral, atau tanggul, untuk daerah pengendapan. Tanggul-tanggul ini belakangan diperluas dan pekerjaan secara terus-menerus dilakukan untuk berbagai perbaikan sistem, termasuk pemeriksaan, pemantauan, dan pembangunan fisik. Kami terus-menerus mengevaluasi dan memutakhirkan rencana pengelolaan tailing untuk meminimalkan risiko.

Apabila pertambangan berakhir, penelitian kami memperlihatkan bahwa daerah pengendapan ini dapat direklamasi dengan vegetasi alamiah atau dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, kehutanan, atau perikanan. Rata-rata biaya tahunan untuk melaksanakan program pengelolaan tailing ini selama tiga tahun terakhir sekitar 120 juta dolar AS.

Kami telah melaksanakan suatu program untuk mendaur ulang Tailing sebagai bahan campuran beton dalam pembangunan prasarana lokal. Bekerja sama dengan pemerintah daerah Propinsi Papua (PEMDA Papua) dan pemerintah daerah Kabupaten Mimika (PEMDA), kami telah menggunakan material Tailing sebagai unsur utama untuk membangun infrastruktur.

Infrastruktur yang dibangun baik di internal di PTFI maupun juga infrastruktur di PEMDA Papua dan PEMDA Mimika seperti Jalan Trans-Nabire, kantor Pemerintahan Kabupaten Mimika, jalan dan jembatan Pomako, lapangan parkir gedung pertemuan Eme Neme Yauware Timika dan sejumlah bangunan lainnya. Total sebanyak 1,1 juta ton material Tailing telah digunakan dalam proyek pembangunan infrastruktur tersebut dengan biaya sebesar 9,3 juta dolar AS. Pemerintah dan masyarakat setempat memberikan tanggapan menggembirakan dan setelah vakum selama 4 tahun, PTFI bermaksud melanjutkan upaya-upaya ini pada tahun-tahun mendatang dimulai pada tahun 2019.


Source : duniatambang.co.id


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembangkit Listrik Tenaga Thorium Pertama di Indonesia

  Pembangkit Listrik Tenaga Thorium Pertama di Indonesia Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element merupakan 17 unsur tambang paling langka yang ada di muka bumi. Unsur-unsur ini menjadi sulit didapatkan karena tingkat konsentrasi endapannya yang rendah, sehingga keberadaannya kerap tersebar secara acak di permukaan bumi, tidak seperti unsur atau mineral tambang lainnya seperti nikel, timah dan emas.  LTJ kerap ditemukan sebagai material bawaan pada material tambang tertentu. Salah satu contohnya adalah thorium (Th) yang sering ditemukan pada galian timah di Kepulauan Bangka dan Belitung. Thorium adalah salah satu LTJ yang tergolong unsur radioaktif dan memiliki potensi sebagai bahan pembangkit tenaga listrik bertenaga nuklir. Bahkan, energi listrik yang dihasilkan dari pengolahan thorium diklaim jauh lebih bersih daripada listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik lain, seperti PLTU atau PLTG.  Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) mengatakan...

MELEDAM lagu Erika by OSD HMT-ITB

MELEDAM Menilik Lebih Dalam lagu Erika by OSD HMT-ITB Bagi kalian yang merupakan civitas ITB maupun warga Bandung mungkin tidak asing mendengar sebuah orkes yang bernama OSD HMT-ITB atau Orkes Semi Dangdut Himpunan Mahasiswa Tambang Institut Teknologi Bandung. Sesuai dengan namanya OSD HMT-ITB menampilkan sebuah pertunjukan musik semi dangdut yang diselipi oleh "humor" didalamnya. Namun siapa sangka dibalik kejenakaan penampilan mereka terdepat kritik pedas untuk pemerintah. Kali ini saya akan membahas sebuah lagu yang berjudul Erika. Erika menceritakan seorang mahasiswa yang ingin mencari ilmu di Surabaya. Namun siapa sangka ia malah tertarik dengan PSK yang "aduhai". Dengan menggambarkan "bentukan" dari sang PSK melalui lirik lagu, disini mungkin banyak yang mengira lagu ini hanyalah lagu yang tidak mendidik namun siapa sangka di dalam lagu tersebut ada makna yang dalam. Lagu Erika dari OSD HMT-ITB ini bentuk mengkritisi pemerintah. Karena dalam lagu ini...

MELEDAM Menilik Lebih Dalam ISMC HMT-ITB

 MELEDAM Menilik Lebih Dalam ISMC HMT-ITB Tak dapat dipungkiri bahwa pertambangan merupakan proses yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Mulai dari sebagai alat kebutuhan sehari-hari hingga  pembangunan berbagai infrastruktur raksasa kerap melalui proses pertambangan terlebih dahulu. Sehingga tak salah ungkapan bahwa salah satu indikator kemajuan sebuah bangsa dapat dilihat dari seberapa besar tingkat komsumsi hasil tambangnya. Pemikiran ini membawa Himpunan Teknik Pertambangan (HMT) ITB kembali menyelenggarakan  Indonesian Students Mining Competition (ISMC). Berawal dari keikutsertaan tim HMT-ITB dalam AusIMM Students Mining Competiton yang diselenggarakan oleh  University of Queensland  (UQ) pada tahun 1996 di Brisbane, Australia, telah memberikan inspirasi bagi HMT-ITB untuk mengadakan acara serupa berskala nasional. ISMC pertama diadakan pada tahun 1998 yang kemudian menjadi agenda tetap HMT-ITB yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. ISM...